“Tambang Ilegal Marak di Watang Pulu Sidrap, Warga Desak Penegakan Hukum dan Perlindungan Lingkungan”
- account_circle Iful -
- calendar_month Rabu, 30 Jul 2025
- visibility 372
- comment 0 komentar

SIDRAP, KBK — Aktivitas tambang galian C yang diduga ilegal kian marak di Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan. Kondisi ini memicu keresahan masyarakat setempat yang menilai operasi tambang tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan infrastruktur.
Sejumlah titik bukit dan gunung tampak rusak akibat penambangan yang diduga tidak mengantongi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Selain itu, truk-truk bertonase berat yang berlalu-lalang mengangkut material tambang memperparah kerusakan jalan yang sebelumnya dibangun untuk kepentingan publik.
“Masyarakat sekitar sangat dirugikan. Kalau memang tidak punya izin, harus segera ditindak. Jangan sampai kami menjadi korban bencana seperti banjir atau longsor,” ujar salah satu warga Kelurahan Arawa yang enggan disebut namanya.
Keluhan masyarakat turut disuarakan oleh aktivis lingkungan. Ahlan dari Forum Peduli Masyarakat (FPM) Sidrap mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum segera turun tangan dan melakukan evaluasi terhadap seluruh izin tambang di wilayah tersebut.
“Banyak tambang yang mengabaikan aspek lingkungan dan keselamatan warga. Ini harus dihentikan sebelum menimbulkan dampak lebih luas,” tegasnya.
Hasil pantauan media pada Rabu (30/7/2025) menunjukkan bahwa aktivitas tambang masih berlangsung aktif di sejumlah titik, seperti di Kelurahan Arawa, dekat jalur dua arah SKPD tak jauh dari Rumah Makan Gasebo. Ekskavator juga terlihat beroperasi di Kelurahan Lawawoi, sementara truk-truk pengangkut material terus keluar masuk dari Kelurahan Bangkai menuju Pasar Lawawoi.
Sebagai informasi, sesuai Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, setiap aktivitas penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana. Sanksi tersebut mencakup pencabutan izin, penghentian kegiatan, kewajiban reklamasi, hingga pidana penjara maksimal lima tahun serta denda hingga Rp100 miliar.
Masyarakat berharap pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak tutup mata, dan segera bertindak tegas demi menjaga kelestarian lingkungan dan keselamatan warga sekitar. (GnD)
- Penulis: Iful -

Saat ini belum ada komentar